Kalau pisau kelamaan nggak dipake dan nggak sering-sering diasah, lama-lama bisa jadi tumpul.

Dan bener kalau orang-orang mengibaratkan otak kita sama pisau.
Kalau nggak sering-sering dipake, lama-lama jadi bego. Hahaha.

Ini yang gue lagi rasakan sekarang. Bukan karena otaknya nggak dipake buat mikir (hello apa kabar kerjaan di kantor yang butuh otak, hati dan kesabaran 24/7), tapi otak yang dipake buat nulis tulisan-tulisan di blog ini. Hahaha.

Setelah lebih dari setahun nggak pernah update tulisan apa-apa, hari ini gue "dipaksa" buat nulis lagi. Bukan buat nulis macem-macem, tapi buat nulis personal statement for my uni application. And I think its crucial for me to gather, not only my mood, but also my ability to write nicely. Caranya ya haha-hihi ngalor ngidul dulu di blog ini he he he.

Oke.
Mari kita mulai dengan kabar super menyenangkan yang baru aja gue terima beberapa hari lalu. Setelah dari bulan September 2019 kemaren mulai aplikasi dan beberapa proses seleksi ini itu, alhamdulillah gue lolos untuk jadi awardee beasiswa LPDP gelombang 2 tahun 2019.



Tapi....
Senengnya nggak bisa seneng banget karna ya uni nya juga belom ada yang nerima gue! Hahahaha. Bukan belom ada yang nerima sih, tapi emang gue nya aja yang belom mulai proses aplikasi kemana-mana lmao.

Beberapa orang temen-temen gue udah pada mulai proses aplikasi dari beberapa minggu, bahkan beberapa bulan yang lalu. But I'm not competing with others. Bangun pagi-pagi trus sepedahan di sepeda statis (yang udah gue beli dari beberapa bulan lalu, tp baru dipake less than 5 times) aja gue belom niat. Lmao.

Cerita tentang sepeda statis di kosan gue ini awalnya karna gue sibuk banget sampe minta ampun di kantor, jadi jarang banget bisa punya waktu dan tenaga buat ngegym. Baru beberapa bulan di unit kerja sekarang, berat badan gue udah naik SAMPE DUA PULUH KILOGRAM! Kacau.

Nggak pernah kebayang kalau (pada titik itu, waktu gue decided buat beli sepedah statis) berat badan gue akan deketin angka 100 kilo. A psychological number kalau kata temen gue. Jadilah akhirnya, dengan lavish nya, gue beli tuh sepeda statis, yang ujung-ujungnya nge-jogrog jadi gantungan baju dan handuk di kamar gue. A-two-million-something gantungan baju. Hahaha.

And for some reasons, berat gue nembus di angka 106 kg, dan gue mikir ini udh nggak bener lagi. Baju-baju yang baru beberapa minggu lalu gue beli juga kenapa jadi nggak muat lagi ya Allah tolong.

There's something with me I need to fight first.

I have to fight with my self first lah intinya dan pokoknya.

Begitu juga dengan proses aplikasi uni. Dari tiga uni yang gue pilih di aplikasi LPDP, USC (pilihan pertama) yang paling deket deadline pendaftarannya - Maret 2020. Sementara by Desember 2019, gue belom ngapa-ngapain. Belom legalisir ijazah, belom ke kampus buat ini itu, belom apa-apa deh. Sementara proses buat verifikasi dokumen melalui LSAC itu butuh 2-6 minggu. Menangis.

Tapi alhamdulillah nya, per hari ini, gue udh kirim dokumen transkrip dan ijazah by post ke LSAC dan sebelumnya udah bayar hampir 300 USD buat ini-itu nya LSAC. Jadi skrg, tinggal niatin buat bikin personal statement yang bener, trus fokus buat finishing my USC application yang beberapa hari lalu udah gue mulai.

-----


Jadi gitudeh intinya.
Ini adalah postingan membangun mood untuk bisa nulis personal statement yang (harapannya sih) bagus. Hopefully within days, gue bisa punya mood dan inspirasi yang bagus buat menghasilkan tulisan yang bagus pula. he he.

Dah ya gitu aja.
Gue nanti bakal bikin juga tulisan pengalaman ikutan seleksi LPDP, mulai dari ngurusin dokumen dan berkas-berkasnya, sampe ujian dan proses seleksi. Dengan catetan, insya Allah. Lmao.


Bye everyone!
Season's greetings to you all!
Orang-orang emang suka bilang kalau mau bikin target,


“Shoot for the moon. Even if you miss, you'll land among the stars.”


Iya.
Gue paham.
Bercita-cita lah setinggi-tinggi nya, kalaupun ntar ngga kesampean, at least lu nggak bakal end up di tempat yang jelek-jelek banget..


Tapi harusnya, orang-orang juga sadar pentingnya ekspektasi ketika elu mulai buat set target setinggi langit itu. Atau kalau ngikutin kata quotenya, setinggi bulan.

Karna ketika elu mulai ngimpi buat ke bulan, dan ternyata nggak kejadian, terus lu juga nggak siap sama yang namanya kegagalan, it'll hurt like a motherfckr. Dan kadang, itu bikin lu males dan enggan buat memulai lagi.


Sama halnya ketika elu sudah berada di suatu tempat yang lu idam-idamkan, and all you've imagined about the place is just beauty and kind, tapi ternyata pas ada disitu, you feel nothing but upset.

Yes, it might've looked perfect from the outside.  But it isn't as good as you've thought. And the only thing you can do is to survive. 

Ya emangsih, pada dasarnya emang manusia itu ditakdirkan untuk survive dari segala hal. Enggak terkecuali ketika mereka harus survive dari keadaan yang nggak ada mirip-miripnya sama yang pernah mereka pikirkan, atau dalam case ini, nggak sesuai sama target mereka.

Dan persistence nya orang tuh emang beda-beda, begitu juga cara tiap orang untuk survive. Kita nggak pernah tau ketika seseorang itu terlihat mundur, nggak taunya mereka emang trying to take a few steps back just to calm their mind. Or even try to run full-speed non stop?


Apapun caranya yang orang-orang lakukan, pasti mereka lakukan ketika mereka udah bisa mengelola ekspektasi mereka. Dari impian setinggi langit, gagal atau nggak sesuai harapan, kecewa, berusaha untuk menerima, dan akhirnya mengelola ekpektasi mereka, lalu come up with something new and different, or crazy. Just to overcome their disappointments.

Tujuannya?
Ya supaya bisa survive..



----



Gue bikin beginian bukan buat orang-orang jadi takut untuk bercita-cita setinggi langit. Atau mneghalang-halangin orang supaya punya mimpi buat sampai ke bulan.

Enggak.

Gue cuman mau supaya orang-orang punya pikiran yang realistis aja atas segala hal. Karena emang lu sebagai manusia punya keterbatasan, dan nggak semua hal bisa lu wujudkan sesuai dengan keinginan lu.

Yang paling waras yang bisa lu lakukan setelah semua usaha dan perjuangan elu itu adalah, coba mikir lagi, atur ulang ekspektasi lu supaya emang bener-bener kayak orang waras, and be ready for all those bumpy roads, the greatest obstacles or even the never expected things. You'll face that all eventually.


Jadi intinya.

Yaudah.
Kelola lah ekspektasi lu sebaik mungkin.
Jangan sampe sakit.
Jangan sampe sebel atas hal-hal yang seharusnya lu bisa atur.

Dah ya.
Bye
Urban Dictionary define Catching Feelings as a moment when you begin to like someone (romantically), and usually happen unexpectedly.

Kalau orang Indonesia, bilangnya Baper..

Iya.
Baper.

Dulu banget jaman-jaman masih muda belia, remaja yang masih suka galau, kayaknya semua orang termasuk gue pasti gampang baper. Apa-apa baper, dikit-dikit baper. Masih pada inget nggak dulu pas jaman-jaman pada main BlackBerry, kalau ada yg tiba-tiba username nya ganti jadi titik doang, atau kalau profile picturenya tiba-tiba berubah jadi item blank, biasanya mereka lagi pada galau. hahaha. (gue juga pernah begini tbh).

Tapi makin bertambah umur, kayaknya makin jarang galau dan baper. Ngeliat temen-temen seumuran yang galau dan diupdate ke social medianya juga nggak sesering dulu (walaupun pasti aja ada).

Tapi, sebenernya galau itu manusiawi. Sedih, bisa bikin kita galau. Cape, bisa bikin kita galau. Bahkan kadang, laper dan belom makan aja bisa banget bikin galau. Pokoknya galautuh manusiawi bangetlah.

Termasuk catching feelings alias baper.

Kalau ngikutin kata urban dictionary, si baper ini adalah perasaan waktu elu tiba-tiba suka sama seseorang, dan kadang ngga jelas juntrungannya. Yaudah aja gitu. Abis suka, udah. Nggak diapa-apain atau ngapa-ngapain. Hahaha.


Dulu banget, gue pernah ngepost di instagram gue, quota populer dari internet, katanya "Catching feelings should be on a thousand ways to die." 

Hahaha. Iya. The feeling's killing, man.

Gue yakin banyak orang yang bisa banget relate sama yang namanya baper trus yaudah aja gitu.
Nyesek. Bikin uring-uringan. Atau setidaknya bikin elu jadi nggak konsen ngapa-ngapain.

Kepikiran mulu..


Tapi cuy, kalau lu udah gede, and all you supposed to think about is how to survive adulthood, gue yakin itu baper baper catching feelings tai kucing itu bakalan sirna dengan sendirinya.

Soalnya kayaknya lebih nyakitin pas elu udah dewasa, and you barely live, "cuman" karna elu jadi orang dewasa. Hahaha.

The bills ain't gonna paid themselves. Apalagi pake acara galau karna baper.

Things at work ain't gonna be easier just because you like someone romantically. Malah bikin tambah ribet.

Pokoknya, it's not gonna help you with everything deh. At all. 


Jadi, yaudah. Buang tuh yang namanya baper, catching feelings, atau apapun namanya itu, yang melibatkan hati di dalamnya.


You have jobs to do, life to live, and adulthood to be survived. And all of that won't be succeed if you put the sense of "baper". And if that 'feeling' ever make you feel unhappy, then you know what to do.

Walk away.





-----




Jadi intinya, yaudah gitu aja.
Jangan baper.
Kerja aja yang bener.
Cari duit yang banyak.
Go catch your dreams, and dont let someone, something or whatever it is to bug you.


Dah ya, yang baca jangan baper. Lmao.

Ciao!
Diberdayakan oleh Blogger.

Pages

Followers

Facebook